biography stuffies Archives home

  


Tabahku
Selasa, 06 Agustus 2013 | 0 comments





Ketika Ketabahan Harus Dimiliki
by : Mutiah Karim

          *prangg* (suara piring pecah) , ya itu kedua kalinya Tia memecahkan piring ibunya tanpa sengaja di pagi yang cerah itu.
            “Mba Tia, apa lagi itu? Piring lagi? Oh bagus… Semua piring ibu pecahkan!! Awas nanti! “ teriak ibu Tia yang sedang sibuk melayani di kantor kesayangannya (warung) itu.
            “I…. Iya bu ini sudah Tia bereskan…” jawab Tia dengan suara agak gemetar karena takut dimarahi oleh ibunya yang super galak. Ya Tia adalah nama panggilan dari seorang gadis yang berumur 15 tahun dan bernama lengkap ‘Mutiara Karimah’. Dia memiliki ibu yang sangat galak, bagaimana tak galak, setiap dia diperintah dan Tia tak mengerjakannya pasti ibunya langsung memarahi dan membuat ribut suasana. Namun Tia memiliki ibu dan ayah yang pekerja keras, kenapa? Itu karena mereka berdua harus dapat menyekolahkan ke-3 anaknya  yang memiliki selisih umur sangat tipis. Tia adalah anak pertama dari 3 bersaudara yaitu Dimas yang umurnya sudah 13 tahun dan Dini yang masih sekolah TK. Setelah ayahnya tidak bekerja lagi dikarenakan kebangkrutan perusahan tempat ayahnya bekerja , keadaan ekonomi keluarnganya sangat berantakan. Sehingga kedua orang tuanya harus bekerja keras untuk dapat menyekolahkannya. Apalagi biaya sekolah sekarang bukanlah hal yang mudah untuk dicari. Ibunya adalah seorang pedagang dan ayahnya sekarang bekerja sebagai tukang jasa antar atau yang keren disebut ‘ojek’.


            “Bu, minta uang untuk membayar les?” tanya Tia pada ibunya yang sedang duduk beristirahat.
            “Iya nanti yah kalau sudah ada uang” jawab ibunya setiap saat Tia meminta uang untuk membayar biaya les di sekolahnya. Keluarga Tia adalah keluarga yang sederhana.
            Headset menyumpal telinga Tia, ya lagu keras namun tak terdengar dari luar adalah hobi Tia. Apalagi lagu yang didengarnya adalah lagu dari cowok asli Kanada yang namanya sudah tak asing lagi. Ya Justin Bieber adalah  idolanya, kalau Tia sedang mendengarkan lagunya Justin, Tia seperti sedang konser sendiri. Kebiasaanya saat hari libur adalah membantu orang tua, namun sebenarnya tidak kebiasaan melainkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan olah Tia, jika tidak dia akan mendapat sebuah ocehan dari ibunya itu.
            “Mba Tia, cuciin piringnya dong ! Cucian piringnya sudah menumpuk itu ! Suruh Ibu Tia yang masih berada di kantor kesayangannya itu.
            “Iya bu nanti… Ini acara televisinya lagi rame!!” teriak Tia dari kamarnya yang sedang asyik menonton televisi.
            “Gak nanti-nantian, nanti malah tambah numpuk cucian piringnya!” teriak ibu Tia dari kejauhan.
            “Iya iyaa…… (wajah cemberut)” jawab Tia sambil berjalan menuju Dapur.
            “Nanti pasti disuruh menyapu dan mengepel” oceh Tia dalam hatinya. Setelah selesai mencuci piring tiba-tiba…..
            “Mba Tia, udah selese nyuci piringnya kan…? Nah sekarang bantu ibu lagi dong.. Ini lantainya kotor tolong di sapu sama dipel yah?” suruh ibu Tia yang saat itu sedang duduk di lantai sambil menyenderkan badannya di kaki kursi.
            “Tuh kan apa aku kata -.- nanti ahh buu” jawab Tia dengan suara yang menjengkelkan.
            “Eh? Nggak…. Cepetlah. Nanti kalau nanti-nanti saja malah gak dikerjain. Sekarang!” teriak ibu Tia yang makin lama suaranya mengecil karena mengantuk.
            “iya… iyaa (nada malas)…. “ jawab Tia sambil mencari-cari dimana dia meletakkan handphonenya dan headsetnya. Memang apa saja yang dilakukan Tia, entah mencuci piring, baju, menyapu, mengepel pasti harus ditemani sama yang namanya headset dan hape.
            “Bu….Dimana hape dan headsetku?” tanya Tia pada ibunya yang sedang terkantuk-kantuk dilantai.
            “Ehh??? Apa……? Headset…? Hape….? Mana ibu tahu” jawab ibu Tia dengan ekspresi kaget.
            “Ah ibu….. Itu headset sama hapenya diduduki sama ibu… Awas nanti malah pecah lagi..” marah Tia pada ibunya yang sedang menduduki handphone dan headesetnya. Setelah Tia menemukan headset dan hapenya barulah Tia melangsungkan kegiatanya yaitu mulai dari menyapu dan mengepel. Setelah selesai menyapu dan mengepel, Tia beristirahat sambil membaringkan tubuhnya di lantai yang habis dipel olehnya sambil menonton tv. Sedangkan ibunya sedang memejamkan matanya. Namun masih saja ibunya mendengar suara orang beli.
            ‘’Mba Tia ada orang beli itu, layanin dong. Ibu mau merem dulu” perintah ibu Tia pada Tia yang sedang serius menonton film korea favoritnya.
            “Ah ibu aja lah, lagi asyik nih bu.. aku malu” jawab Tia singkat.
            “Eh? Malu kenapa? Emang kamu lagi gak pake baju?” tanya Ibu Tia.
            “Enggak sih, cuman mata Tia bengep gara-gara terharu nonton ini bu” ucap Tia dengan mata berlinangan air mata.
            “Cuman kayak gitu doing. Udah sanah layanin :@” marah Ibu Tia.
            “Iyaa iyaaa,,, disuruh-suruh aja dari capek tau” marah Tia dalam batin sambil beranjak dari lantai menuju ke warung ibunya. Dan masih saja ada headset yang menyumpal di telinganya.
            Tia melayani orang beli dengan ramah, karena dengan uang itu Tia dapat bersekolah di SMP favorit. Karena ada headset yang menutupi lubang telinganya, Tia mendengar suara orang sengan samar-samar. Dan saat itu handphone ibunya berdering namun Tia hanya mendengar dengan samar-samar. Tia seperti merasa aneh, karena selama ini belum ada saudara/orang yang menelpon ibu. Tia tak menghiraukan itu. Namun yang Tia anehkan, kenapa ibunya menangis setelah bercakap-cakap dengan seorang ditelpon?
            “Bu?? Ada apa bu? Kenapa menangis bu?” Tia berlari dari warung menuju tempat ibunya itu berada.
            “Bu…. Ada apa bu? Jawab bu? Ada apa?” Tia menanyakan itu berulang-ulang kali namun ibunya itu tak menjawabnya. Hingga datanglah ayahnya dari pintu depan yang baru pulang dari pekerjaannya.
            “Assalamu’alaikum” salam ayah pada Tia dan ibunya.
            “Wa’alaikumsallam” jawab Tia. Kemudian langsung saja menghampiri ayahnya yang masih berdiri didepan pintu. Dan menceritakan apa yang terjadi pada ibunya itu dengan singkat.
            “Nah setelah ditelpon oleh seseorang, ibu langsung menangis dan tak mau menjwab apa yang ku tanyakan.” Jelas Tia singkat.
            “Oh gitu.. Oke ayah coba tanya. Sekarang ambilkan minum segelas.” Perintah ayah Tia pada Tia yang sedang panik. Kemudian Tia mengambilkan segelas air putih dan meminumkannya pada ibunya itu.
            “ Bu tenang, jelaskan apa yang terjadi?” tanya ayah pada ibu Tia. Dan ternyata ibu Tia menjawabnya.
            “Biyung yah , biyung ……” jawab ibu Tia dengan lemas. Mereka memanggil ibunya dengan sebutan ‘biyung’.
            “ada apa dengan biyung bu? Jawab yang lengkap” tanya ayah Tia pada ibu Tia.
            “Biyung sudah tidak ada yah…” ibu Tia menjawabnya dengan suara yang sangat lirih karena masih terpukul oleh kematian ibunya itu.
            “Apa? Gak mungkin lah?” ayah Tia seakan tidak percaya.
            “Ini sungguhan yah…” ibu Tia semakin lemas.
            “Innalilahiwaina’ilaihiroji’un” ucap Tia dengan wajah menahan tangis.
            “Baik, sekarang kita siap-siap berangkat ke rumah embah. Dini yang sedang bermain dikamar depan langsung saja mengusir temannya agar pulang. Dan tiba-tiba datanglah Dimas, adik kedua dari Tia.
            “assalamu…………Mba Tia, ada apa? Kok bawa-bawa tas? Isinya baju apa?” tanya Dimas dengan ekspresi kebingungan karena dia tak tahu apapun yang terjadi dikeluarganya.
            “wa’alaikumsallam…… Gak tau yah? NDESO…..” jawab Tia dengan suara yang lemah.
            “Apa sih mbaa?” Dimas makin kebingungan dengan lika-liku pertanyaan.
            “Mbah Dim…. Mbah sudah meninggal” jawab Tia singkat.
            “Apa? Ya udah aku siapin baju dulu… Mau kerumah embahkan?” tanya Dimas .
            “Iya udah cepet lahh !!” teriak Tia. Dimas, Dini dan Tia menyiapkan baju untuk ganti di rumah nenek mereka masing-masing. Sedangkan ayah dan ibu mereka membereskan rumah. Setelah semuanya sudah siap dan mau berangkat, ada yang dilupakan, ya kendaraan…!!
            “Yah….. Mana mungkin cukup ini  mah? Masa 5 orang 1 motor?” jelas ibu Tia pada suaminya itu.
            “Oh iya lupa… Ya seperti biasa, Tia dan Dimas ditinggal dulu. Nanti ayah jemput kalau ayah sudah sampai rumah embah” ucap ayah Tia.
            “Oh ya sudah ayah dan ibu dulu. Tia dan Dimas ditinggal dulu besok dijemput” kata Tia kepada ayahnya itu.
            “Ya sudah, jaga rumah ya. Ibu dan ayah berangkat dulu. Assalamu’alaikum.” pamit ibu pada Tia dan Dimas. Kemudian ayah, ibu dan Dini berangkat.
            Tia dan Dimas sementara menunggu rumah. Ternyata berita tentang kematian neneknya sudah menyebar kesetiap rumah-rumah tetangganya itu. Dan mereka sepakat untuk kifayah ke rumah neneknya dengan menggunakan 2 mobil kijang.
            “Tia… ayo ikut kami saja naik mobil. Kasihan ayahmu bolak-balik saja. Kasih tahu orangtuamu agar tidak usah menjemputmu.” Ajak salah satu tetangganya.
            “Oh ya sudah Tia kasih tahu ayah agar tidak menjemputku” jawab Tia sambil penjet-pencet tombol hapenya. Kemudian mereka berangkat kerumah nenek Tia yangada di Cilacap, perjalanan dari Ajibarang menuju Cilacap selama 2 jam. Disana tetangganya ikut member motifasi dan support pada ibu Tia agar tetap sabar dan ikhlas juga tabah menghadapi semuanya. Mereka semua terharu sampai-sampai ada salah satu tetangganya yang menangis Karena terharu. Tia juga sangat terpukul oleh kematian neneknya itu. Karena terakhir ia melihatnya adalah satu minggu yang lalu, dan keadaan neneknya masih sehat wa’afiat. Namun sekarang beliau telah meninggalkan Tia dan keluarganya. Sebab meninggalnya nenek Tia belum diketahui pasti Karena pada saat itu nenek Tia meninggal masih dalam keadaan sehat.
            Ya, ketabahan memang harus dimiliki oleh setiap orang. Apalagi keluarga Tia, yang saat itu barada dikeadaan yang sangat kacau. Kekacauan keluarganya dimulai dari di PHKnya ayah Tia dari pabriknya Karena kebangkrutan yang kemudian mengacaukan keadaan ekonomi keluarga Tia. Kemudian kecelakaan yang dialami oleh Dimas yang hasilnya yaitu kedua tulang tangan Dimas patah dan membuat resah keluarganya. Ditambah lagi kematian sang nenek yang sangat mereka sayangi. Itu semua adalah cobaan yang dialami oleh kelurga Tia. Apa boleh buat, Alloh S.W.T. telah mengambil keputusan untuk memberi cobaan seperti itu. Dan keluarga Tia harus menerimanya dengan ikhlas, dan ta’bah. 

TAMAT


Label: